Ketika
disodorkan kata milenial para ahli dan peneliti
biasanya menggunakan awal tahun 1980an sebagai awal kelahiran kelompok ini dan
pertengahan tahun 1990an hingga awal 2000an sebagai akhir kelahiran[1].
Sekarang pada kaum milenial tersebut ada yang saat ini masih menjadi pelajar
atau kuliah, sebagian sudah bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Pada
generasi milenial akhir-akhir ini sering
di gaungkan kata-kata revolusi industri 4.0,
baik di acara seminar, pelatihan, sekolah, kampus, perusahaan dan tempat
lainya. Kata-kata yang memberi stimulus akan sebuah perubahan dalam semua sector
atau bidang termasuk kompetensi dan kesiapan pelajar menghadapi revolusi industri
4.0. fokus kita mungkin akan mengarah ke pendidikan vokasi kejuruan yang
notabene adalah pendidikan yang memfokuskan pada sebuah keahlian. Pertanyanya adalah
apakah keahliah yang di ajarkan selaras dengan kesiapan menghadapai revolusi industri
4.0 yang semua akan serba digital.
Merunut
kebelakang perkembangan revolusi industri pertamakali di kenal di eropa pada
abad ke 17 saat di temukan mesin uap dan di kenal revolusi industri 1.0. Revolusi
industri kedua atau 2.0 terjadi di abad 18 ketika di temukannya listrik dan generasi
selanjutnya di kenal dengan revolusi industri 3.0 saat di temukanya komputer pada
pertengahan abad ke 19. Pada saat ini telah berjalan revolusi industri 4.0 yang
dikenalkan pada acara di word economic
forum yaitu pengembangan lebih lanjut dari revolusi industri 3.0
pemanfaatan komputer dan teknologi digitalisasi dalam industri. Pernyataan senada
juga disampaikan oleh dosen FEB UI Fithra
Faisal Hastadi bahwa pemanfaatan teknologi digitalisasi sudah
berlangsung secara masif, itu terbukti sekarang industri e-commerce sudah menjamur[2]. Indikator
lain selain tren e-commerce yaitu teknologi
digitalisasi social media, kecerdasan buatan atau Artificial intelligence, Big data, IOT atau internet
of things. Teringat pernyataan Prof.
Suyanto Rektor Universitas Amikom Yogyakarta ketika tahun 2009 memaparkan
perkembangan E-commerce kedepanya akan mempunyai prospek bagus[3] semua
pekerjaan akan secara digital menggantikan peran pekerjaan yang konfensional. Pernyataan
hampir sama juga disampaikan oleh Rhenald
Kasali dalam bukunya “Distruption”
beliau mencontohkan transportasi online sebagai new rival menang melawan transportasi konfensional sebagai incumbent.[4]
Banyak contoh distuption sebetulnya
yaitu dibidang teknologi, trasportasi,
pariwisata, kesehatan, pendidikan, social, financial, budaya dan lain
sebagainya.
Revolusi
industri 4.0 sekarang sudah berjalan didepan mata melihat pernyataan para ahli
pertanyaanya sama apakah pelajar kita sebagai bibit generasi perubahan bangsa
mampu menghadapi era revolusi industri 4.0?. Jawabanya mungkin ada yang siap
ada yang tidak, banyak aspek yang bisa dilihat sebagai acuan apakah pelajar
kita siap menghadapi revolusi industri 4.0 bisa dari kurikulum, kebijakan, kompetensi
dan lain sebagainya. Mungkin beberapa orang menganalisisnya dari sudut pandang
yang berbeda-beda, bisa dari internal atau external sekolah juga bisa dari
kompetensi guru, sarana prasarana, dan lain sebagainya. Dalam diri pelajar milenial sebetulnya punya
modal baik yaitu imajinasi, kreatifitas dan inovasi. Contoh ketika saya
mengadakan survei kecil dalam satu kelas “pekerjaan apa yang ingin kalian
geluti kedepanya?” jawabannya mengejutkan yaitu dari 40 pelajar hampir
setengahnya sekitar 25 pelajar lebih suka bekerja dalam industri kreatif,
pengusaha, wiraswasta, dan sudah tidak terfokus untuk menjadi PNS atau Aparatur
Negara lainya. Ini membuktikan bahwa pelajar milenial punya daya imajinasi, kreatifitas
dan inovasi yang sangat tinggi untuk pekerjaan yang mereka sukai di karenakan pengaruh
mudahnya mendapat inspirasi dari berbagai media.
Mungkin
alangkah lebih baiknya jika kemampuan dalam diri pelajar sejajar dengan apa
yang di ajarkan dan yang di butuhkan oleh era industri 4.0. Jika sekolah
semuanya bekerjasama dengan industri dan bisa memanfaatkan teknologi digital mungkin
kedepanya pelajar sudah cukup siap untuk menghadapi era revolusi industri 4.0
yang semuanya serba digitalisasi, dan berhenti memberi stimulus pekerjaan yang notabene akan tergerus oleh industri
4.0.
Komentar
Posting Komentar